Kaca Mata Tulungagung
SEO BLOG & TEMPLATES
Cah Tulungagung Seng Mampir
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Blog Archives
Labels Cloud
Labels List Numbered
Popular Posts
-
Welcome To Paradise Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap...
-
“Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’ Jaringan mafia korupsi sangat sul...
-
“tak pernah kami bermimpi menafkahi anak dan keluarga kami dari tempat yang menurutmu kotor ini, namun bisakah kami memilih” ...
-
“ Surga seakan-akan pernah bocor, mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan, cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya.” Emha A...
-
Sore itu suasana kampus sudah mulai lengang, kegiatan perkuliahan sudah banyak yang berakhir. Namun tampak 6 orang mahasiswa ditemani 2 ora...
-
Jangan pernah mengaku pecinta kuliner murah kalau belum pernah mengunjungi warung “MAK TIK”. Sebuah nama yang terbilang sangat familiar ...
-
Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan pere...
Pages
Video of the day
Labels
About Me
tempat menarik, Tulungagung, warung kopi
Welcome To Paradise
Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap daerah di negri ini memiliki cirri khas budaya yang tentunya berbeda dengan kawasan atau daerah lain. Tak jarang perbedaan budaya antar daerah terkesan sangat mencolok bahkan kadang terkesan kontras, namun hal ini merupakan sebuah anugrah bagi bangsa Indonesia. Keanekaragaman yang ada di Negara ini bisa dikatakan merupakan magnet utama industry pariwisata di negri dengan jumlah penduduk sekitar 241 juta jiwa ini. Sampai saat ini pariwisata merupakan sumber Pemasukan devisa negara yang cukup besar, selain dari agribisnis ( perkebunan dan perikanan ) dan tentunya juga pajak.
Layaknya sebuah sifat yang melekat pada diri manusia, tiap daerah juga dikenal dari sesuatu yang menjadi cirri khas daerah tersebut. Misalkan saja ketika disebut kesenian ondel-ondel maka akan dihubungkan dengan daerah betawi, atau ketika disebut nama makanan Rendang maka akan terbersit di pikiran kita daerah Sumatra barat khususnya padang. Namun tak selamanya sebuah daerah dikenal dengan produk unggulan atau sesuatu yang membanggakan dari daerah tersebut, beberapa daerah justru dikenal karena sebuah insiden kelam yang pernah terjadi di daerah tersebut. Misalkan saja Sampit, sebuah daerah yang justru santer terdengar ke telinga public karena konflik antar suku yang pernah terjadi di daerah tersebut.
Begitupun dengan Tulungagung, sebuah kabupaten yang terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Daerah ini dikenal sebagai pengahasil marmer, sebuah barang tambang yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Label kota marmer yang disematkan kepada kabupaten Tulungagung tentu tidak salah, sebab dari data hasil penelitian Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral jumlah batu marmer Tulungagung berkisar 382.050.000 , sebuah jumlah yang tentunya tidak sedikit. Namun fakta tersebut tak membuat Tulungagung selalu dicirikan dengan marmernya, ada beberapa orang yang justru mengenal Tulungagung dari sisi lain kabupaten ini,Warung Kopi.
Dalam catatan yang dimiliki Paguyuban Warung dan Hiburan se-Tulungagung (Pawahita), jumlah warung kopi di Tulungagung sekitar 7.000 unit. jumlah yang fantastis untuk ukuran kabupaten kecil yang memiliki 19 kecamatan ini, namun jumlah tersebut mungkin masih terlampaui oleh daerah lain di Negri ini, lantas apakah yang membuat warung kopi Tulungagung begitu terkenal. MAMAN, seorang warga Kediri yang pernah cukup lama tinggal di Tulungagung bertutur kepada salah satu crew DIMENSI, “ kamu kuliah di Tulungagung kan,,, rugi lo kalau belum jelajahi warung kopinya..?. tentu dari penuturan MAMAN tersebut seolah mempertegas bahwa ada yang beda dengan warung kopi di Tulungagung.
Hal yang tentu juga menarik untuk dibahas adalah dari segi manakah kemenarikan warung kopi Tulungagung ?, apakah dari segi cita rasa atau dari segi penyajianya. Sudarsono, pemuda asal Desa Panjer yang merupakan salah satu penikmat Warung kopi berkenan menuturkan pengalamanya. Menurutnya kopi Tulungagung memiliki varian rasa yang tidak dimiliki oleh daerah lainya, “ Di Tulungagung ada yang namanya kopi ijo, rasanya khas banget, dan katanya sih kopi ini (kopi hijau; red) hanya bisa ditemui di Tulungagung saja”, begitu tutur pemuda yang dalam seminggu bisa nongkrong di warung kopi sampai lebih dari 5 kali ini. Kopi hijau yang dimaksud sudarsono bukan nama varietas kopi layaknya Arabika atau robusta, kopi hijau yang dimaksud adalah campuran antara bubuk kopi, butiran gula dan sedikit campuran kacang hijau yang telah dihaluskan. Sebuah perpaduan yang menurut para penikmat kopi begitu nikmat dan khas. Benar saja, berdasarkan hasil Investigasi crew DIMENSI di lapangan, sebagian besar warung kopi di Tulungagung menyediakan kopi ijo sebagai sajian andalan mereka, dan tentu menjadi menu yang paling banyak dipesan para pengunjung.
Namun pernyataan berbeda keluar dari irul, teman dari Sudarsono yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan antara Crew DIMENSI dengan temannya itu. Menurut pria yang biasa dipanggil debleng ini, Gaung Warung kopi Tulungagung begitu keras terdengar diluar daerah lebih karena warung Kopi di Tulungagung menawarkan pelayanan ekstra para Pramusaji-nya, “ ada banyak warung kopi di Tulungagung yang menyajikan pelayan yang cantik-cantik, dan enaknya lagi kita diperbolehkan pegang, colek, dan sejenisnya tanpa harus bayar ekstra”, Sebuah pernyataan yang sangat menarik untuk ditanggapi. Betapa mungkin, Tulungagung yang selama ini dikenal memiliki banyak pondok pesantren, tempat Toriqoh (sebuah jalan untuk mencapai ridlho Tuhan; red) beserta kyai-kyai terkenalnya , hari ini lebih dikenal di daerah luar karena warung kopi PLUS-PLUSnya.
WARUNG KOPI PANGKU DAN JAMUAN ISTIMEWA
Crew DIMENSI pun tak langsung membenarkan statement bahwa di Tulungagung terdapat cukup banyak warung kopi nakal, melainkan justru merasa tertantang untuk membuktikan kebenaran statement ini. Benarkah saat ini beberapa warung kopi di tulungagung tak lagi selalu menawarkan citarasa kopi untuk menarik pelanggan, melainkan menggunakan magnet utama penarik laki-laki sebagai pengunjung dominan warung kopi, wanita ?.
“ di boyolangu ada, sumbergempol, ngunut, kalidawir, karangrejo, moyoketen, tapi yang paling banyak di area pasar ngemplak”, begitu tutur wijaya (21), saat ditanya tentang daerah mana saja di Tulungagung yang terdapat warung kopi dengan pelayanan ekstra tersebut. pemuda yang mengaku merasa pusing setiap kali tidak minum kopi minimal satu cangkir dalam sehari ini juga menambahkan, bahwa warung-warung kopi tersebut beroperasi di malam hari, mulai pukul 11 malam hingga menjelang subuh, sebuah alasan yang menyebabkan tak banyak orang yang tau akan keberadaan warung kopi ini. Meski begitu ada juga beberapa diantaranya telah beroprasi di siang hari, namun dikemas dalam balutan warung kopi yang tertutup sehingga tak banyak orang yang tahu aktifitas di dalam warung kopi.
Para penikmat kopi Tulungagung pun mempunyai sebutan khusus buat warung kopi dengan pelayan-pelayan sexy beserta service ekstra ini, mereka biasa menamainya dengan sebutan warung Kopi Pangku atau warung kopiNgosek. Konon sebutan ini biasa dipakai karena di warung kopi ini pengunjung diperkenankan untuk Mangku(mendudukkan seseorang diatas paha; red) para pelayannya. “ seng jogo warung kopine iku oleh di pangku, dadine yo warung kopine diarani warung kopi pangku” (penjaga warung kopinya diperbolehkan untuk dipangku, jadinya warung kopinya dinamakan warung kopi pangku; red) , ungkap Rudi salah seorang pengunjung warung kopi saat diwawancarai crew dimensi di salah satu sudut warung kopi di area pasar ngemplak. Meski begitu tak ada yang tahu kapan pertama kali istilah ini digunakan, dan siapa yang pertama kali mempergunakanya.
Entah hanya di Indonesia atau juga berlaku di Negara-negara lainya, warung kopi selalu di monopoli oleh kaum adam. Hal ini terlihat jelas di berbagai kedai kopi, hampir seluruh pengunjungnya adalah laki-laki. Bahkan dalam hal penyebutan nama warung kopi-pun terjadi kecenderungan menggunakan nama laki-laki, misalkan saja beberapa contoh nama warung kopi yang cukup popular di telingan para penikmat kopi tulungagung, warung kopiWaris, warung kopi Dori, warung kopi Paijo, dan beberapa warung kopi lain yang menggunakan nama laki-laki pemilik warung tersebut. Dengan kecenderungan seperti ini, tak salah rasanya jika beberapa pemilik warung kopi memilih menggunakan jasa perempuan untuk menarik laki-laki sebagai pengunjung dominan warung kopi . karena para pemilik warung kopi beranggapan bahwa hampir setiap laki-laki memiliki ketertarikan terhadap perempuan.
Malam itu kota tulungagung begitu cerah, tampaknya tanggal bulan qomariah telah masuk dalam hitungan belasan, sehingga bulan terlihat begitu jelas dan menambah keindahan malam di kota dengan semboyan guyub rukun ini. Meski begitu udara malam khas kota tulungagung yang dingin cukup mengganggu indahnya malam itu. Tapi nampaknya udara dingin Tulungagung tak cukup mampu memadamkan semangat crew Dimensi untuk melihat kehidupan malam warung kopi di Tulungagung . dari sekian banyak spot warung kopi di kota ingandaya ini, terpilihlah kawasan Ngemplak sebagai tujuan.
Keramaian tampak di dalah satu sudut warung kopi di area pasar ngemplak, satu dari belasan warung kopi yang berjejer di sebuah area yang disiang harinya dipakai masyarakat setempat sebagai pasar tradisional. Mungkin tak banyak orang tahu, diarea yang disiang harinya oleh masyarakat tulungagung lebih dikenal sebagai sentra buah dan sayur pada malam hari digunakan sebagai kedai kopi. Lapak-lapak tempat para pedagang menjajakan daganganya disiang hari, disulap menjadi kedai kopi oleh beberapa orang saat malam mulai menyelimuti kawasan tersebut.
Jangan pernah berharap melihat warung kopi dengan deretan bangku-bangku yang berjajar rapi layaknya warung kopi pada umumnya, karena hampir seluruh warung kopi di area ini tampil dalam format Lesehan (beralaskan tikar; red). Tempat ini mungkin dikatagorikan sebagai warung kopi yang tak begitu nyaman oleh pengunjung yang memang datang ke warung kopi untuk menikmati suasana saat ngopi, karena selain tercium aroma tidak sedap dari gundukan sampah sayur dan buah, tempat ini gelap dan dan juga kumuh. Meski begitu tempat ini selalu ramai dikunjungi .
Senyum tampak mengembang dari seorang gadis yang ketika kami tanya mengaku berumur 26 tahun, saat kami datang ke lapak warung kopi tempan ia bekerja. Tak selayaknya pekerja warung kopi pada umumnya yang langsung bertanya menu apa yang kita pesan ketika ada seorang pengunjung datang, para pelayan warung kopi ditempat ini justru lebih dulu nimbrung bersama para pengunjung. Meski saat itu udara Tulungagung begitu dingin, cha cha (bukan nama sebenarnya) seorang pekerja yang telah 8 bulan bekerja ditempat ini tampil dengan dandanan yang sangat mini. Cha-cha malam itu mengenakan Rok mini berwana hitam yang dipadu dengan kaos lengan pendek yang cukup ketat, bahkan kaos yang ia kenakan malam itu bisa dikatakan terlalu kecil untuk ukuran badanya yang cukup berisi, sehingga ketika ia sedikit membungkuk saja tampak sebuah tato bertuliskan namanya yang terletak persis diatas pinggangnya.
Hampir 5 menit berlalu perbincangan antara kami (crew Dimensi; red) dengan cha-cha, meski begitu ia belum juga bertanya tentang menu apa yang kami pesan. Kami pun berinsiatif untuk memesan 2 cangkir kopi, “ sampai lupa aku mas “ , sembari mengembangkan senyum di wajah yang bisa dibilang cukup cantik untuk ukuran seorang pekerja warung kopi. Dengan membawa 2 cangkir kopi panas cha-cha kembali menghampiri kami, namun setelah menaruh kopi tersebut ia pamit untuk menemani seorang pengunjung yang baru datang.
Ditempat ini cha-cha tidak sendiri, ia ditemani seorang pekerja lagi yang nampaknya berusia lebih muda dari cha-cha, namun nampaknya ia begitu sibuk menemani para pengunjung disudut lain warung kopi ini. Seorang pengunjung tampak sedang memeluk Kembang (bukan nama sebenarnya), seorang pekerja yang telah bekerja ditempat ini satu bulan lebih lama dari cha-cha. Tak ada respon menolak dari kembang, bahkan ia terkesan begitu nyaman dengan keadaan tersebut. Malam itu kembang tidak kalah sexy dibanding cha-cha, ia mengenakan kaos ketat dengan kombinasi rok mini coklat.
Saat kami berniat untuk meninggalkan tempat ini, cha-cha kembali menghampiri kami . akhirnya kami pun mengurungkan niat untuk mengakhiri petualangan kami di warung kopi pangku. Kali ini cha-cha beraksi lebih berani, dia mengambil tempat duduk tepat tengah-tengah kami. Bahkan aku cukup terkejut saat ia berani merangkulkan satu dari tanganya belakang bahuku. Perbincangan kami berlanjut tentang kondisi di tempat ini dihari-hari lain. “ ini loh mas sepi, tadi abis ada operasi”,operasi yang dimaksud cha-cha adalah razia polisi kepada pengunjung warung kopi. Namun anehnya dirazia ini polisi hanya menanyakan surat-surat kelengkapan kendaraan pengunjung tanpa mempermasalahkan aktifitas yang terjadi di tempat tersebut.
Malam di warung kopi pangku nampaknya berlalu begitu cepat, jam telah bergulir menunjukan pukul 02.00 dinihari. Kami pun masing-masing telah menghabiskan 2 cangkir kopi, sampai tiba saatnya kami memutuskaan untuk menyudahi petualangan malam ini. Kami pun cukup terkejut saat kami ingin membayar apa yang telah kami pesan. Secangkir kopi hanya dihargai Rp.3000,- saja, meski Rp. 2000,- lebih mahal dibanding harga warung kopi pada umumnya, harga ini terbilang cukup murah dengan pelayanan istimewa yang diberikan para pekerjanya. Namun inilah kenyataan, hal ini dilakukan sebagai upaya bersaing dengan warung kopi pangku lain yang jumlahnya cukup menjamur di tulungagung.
APA KATA MUI?
Saat ditunjukan data dan fakta terkait warung kopi di Tulungagung , Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Tulungagung yang saat itu diwakili langsung oleh ketuanya KH. M. Hadi Mahfud beserta sekertaris umum Abu Sofyan Sirodjudin tampaknya tak begitu kaget. Hal ini tak lain karena pihaknya telah cukup lama mendengar dan mengurusi masalah ini (warung kopi; red). Namun MUI meragukan keabsahan data pawahita tentang jumlah warung kopi di tulungagung yang menyentuh angka 7.000 unit. Jika terdapat 19 kecamaan, dengan perincian 257 desa dan 14 kelurahan, itu berarti rata-rata setiap desa atau kelurahan terdapat lebih dari 25 warung kopi. Sebuah jumlah yang menurut MUI Tulungagung terlalu mengada-ada, MUI menduga adanaya penggelembungan data.
Meski begitu pihaknya (MUI) pun mengaku cukup prihatin dengan kondisi di Tulungagung, bagaimana bisa Tulungagung yang terdapat puluhan pesantren, beberapa institusi pendidikan islam seperti STAIN Tulungagung dan STAI Diponegoro tak mampu mengubah warna kelam yang ada di kabupaten ini “ yang justru saya soroti adalah pondok-pondok yang ada di tulungagung, ada banyak pondok dan juga Institusi islam seperti STAIN Tulungagung dan juga STAI Dipo tapi tak cukup mampu mengubah warna kota Tulungagung ” tutur KH. M. Hadi Mahfud.
Teruntuk itu MUI menghimbau kepada para aparatur pemerintahan beserta warga Tulungagung untuk bahu membahu memberantas kemaksiatan di warung kopi, ” warga seharusnya lebih sigap jika ada warung kopi di daerahnya yang tidak bener ” , tambah Kyai yang juga sebagai pengasuh ponpes menoro Tulungagung. Pemerintah Tulungagung tentu juga faham dengan banyaknya warung kopi pangku di Tulungagung, tapi belum ada upaya kongkrit dari pemerintah untuk mengatasi hal ini.
Masalah menjamurnya warung kopi pangku di Tulungagung bukan hanya masalah pemerintah maupun MUI saja, melainkan masalah seluruh warga kota ini. Tak sepantasnya jika kita hanya menyalahkan pemerintah, meski begitu peran pemerintah begitu sentral dalam mengatasi hal ini. Pemerintah seharusnya menindak tegas para pengelola warung kopi yang menjajakan kemolekan serta servis ekstra para pekerjanya sebagai penarik pengunjung. namun warga tempat warung kopi tersebut berada juga harus responsive dengan keadaan yang ada di tempatnya.
Habibur Rohman, narkoba, tempat, Tulungagung
Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
Narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (narkoba)
akan memiliki guna yang berbeda ketika berada di tangan yang berbeda.
Sebagaimana pisau di tangan koki akan berbeda dengan pisau ditangan perompak,
atau dipegang balita yang belum memiliki pemahaman tentang fungsi pisau itu,
bisa saja digunakan untuk menyayat diri sendiri.
Demikian
halnya narkoba di tangan dokter bisa digunakan untuk tujuan pengobatan,
penelitian, atau hal postif lain. Namun ketika di tangan masyarakat awam,
justru hanya akan banyak kerugian yang ditanggung daripada manfaat yang
diinginkan. Sebab penggunaan narkoba tanpa mengikuti aturan atau dosis yang
benar serta penggunaan secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan
atau kecanduan, yang berujung pada kematian.
Oleh
karena itu, penggunaan dan peredaran narkoba diawasi secara ketat oleh UU RI
No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika. Kepemilikan, penggunaan serta peredaran narkotika dan
psikotropika secara tidak sah (tidak memiliki surat izin menggunakan atau
mengedarkan) merupakan pelanggaran hukum.
Peredaran
narkoba di Tulungagung tergolong tinggi. Bahkan termasuk dalam empat besar
wilayah lumbung penyalahguna narkoba “Tulungagung termasuk peringkat ke
empat dalam kasus penyalahgunaan narkoba setelah Surabaya, Malang, dan Madiun,” ungkap Tri Arif, staf Badan Narkotika Nasional
Kabupaten (BNNK) kasi pemberdaya masyarakat.
Dari
19 kecamatan di Tulungagung, tujuh kecamatan tercatat sebagai daerah rawan
peredaran barang haram tersebut. Ketujuh kecamatan itu meliputi; Kecamatan Kota
Tulungagung, Kedungwaru, Rejotangan, Ngunut, Ngantru, Kalidawir serta
Campurdarat. “Data itu berdasarkan hasil investigasi serta penemuan kasus
yang terjadi di lapangan, tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung
cethe, warung remang-remang rawan bagi penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba di wilayah Tulungagung”. imbuhnya.
BNNK dan Kapolres
Tulungagung menginformasikan bahwa, penyalahgunaan narkoba terdapat disemua kalangan, mulai dari kalangan
anak didik sampai umum. Rekapan data penyalahgunaan narkoba BNNK bulan Januari s/d
Desember 2012 ada 133 (seratus tiga puluh tiga) orang. Dari jumlah total tersebut, 127 berstatus pelajar
(62 SMP dan 65 SMA). Sedangkan penyalahguna umum hanya 6 orang. Sedangkan
rekapan data dari Satresnarkoba
Polres Tulungagung menyatakan bahwa penyalahguna narkoba tahun 2013 ini sampai
bulan maret ada 20 tersangka dari 18 kejadian. Jenis obat-obatan yang sering
disalahgunakan adalah Pil Double L.
Narkoba adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya
oleh satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah
semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang
melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Kerjasama ini diharapkan mampu mewujudkan
Indonesia bebas Narkoba tahun 2015. Seperti yang tertera dalam Visi BNN.
Reskoba
Tulungagung berkomitmen untuk “memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya”.
Tidak kalah semangat BNNK melakukan hal serupa yaitu melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan pengedaran gelapnya secara
komprehensif dan sinergis sehingga terwujud Indonesia bebas narkoba.. “Dalam setahun agenda, kami selaku kasi pencegahan
adalah melakukan penyuluhan atau sosialisasi ke-berbagai lapisan masyarakat,
baik masyarakat umum, siswa, mahasiswa, bahkan instansi pemerintah. Namun
masalah tanggal kapan kami melakukan kegiatan tersebut tinggal
menyesuaikan situasi dan kondisi” ungkap Kasriani, kasi pencegahan
BNNK.
Kasriani
jiga menuturkan bahwa, Pemerintah Tulungagung sudah berusaha semaksimal mungkin menekan atau
bahkan memberangus kasus penyalahgunaan narkoba. Tinggal bagaimana masyarakat
mengapresiasi usaha tersebut, mengingat bahaya narkoba bukan hanya merusak jiwa
penyalahgunanya, melainkan berimbas pada moral bangsa.
Manfaat VS
Dampak Penggunaan Narkoba
Banyak motif mengapa banyak
kalangan terjerumus narkoba. Kasriani menuturkan, “Kebanyakan alasan mereka
adalah coba-coba, misalnya buat doping, tidak bisa menolak ajakan teman,
berasal dari keluarga yang broken home, kurangnya kasih sayang dari orang tua,
beranggapan dengan mengkonsumsi narkoba bisa keluar dari masalah, biar happy
terus dan tidak stress”.
BNNK Tulungagung melalui buku P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) menjelaskan bahwa
efek yang ditimbulkan narkoba bisa dibedakan menjadi tiga, yakni stimulan, depresan, dan halusinogen.
Stimulan, merangsang
fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: kafein,
kokain, amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan
ekstasi.
Hal ini diakui oleh
Heldian (33) warga Desa Bago, Tulungagung. “Setelah menggunakan sabu rasanya
tubuh ini jadi aktif dan energik tidak mudah merasakan lelah, cuman saya jadi
gampang lupa, nggak doyan makan, yang parah adalah sangat mudah tersinggung dan
gampang marah” ungkapnya saat ditemui di Lapas Tulungagung.
Halusinogen, efek
utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi.
Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan
psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium
seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.
Hal ini juaga
diungkapkan oleh Ali Ashar (36) warga Punjul Karangrejo. “Pokoknya kalau
habis ngisep ganja perasaan selalu seneng, semua masalah seolah-olah hilang,
kadang lihat apapun terasa lucu padahal nggak ada yag lucu, jadi kadang ketawa
sendiri” paparnya saat ditemui di Lapas Tulungagung.
Depresan, yaitu
menekan sistem sistem syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional
tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak
sadarkan diri. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai
turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah putaw.
Bila narkoba
digunakan secara terus menerus atau kelebihan takaran yang telah ditentukan
akan mengakibatkan ketergantungan. Ketergantungan atau kecanduan inilah yang
akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan
pada sistem saraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru,
hati, dan ginjal. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila
terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi saat tubuh benar-benar membutuhkannya)
karena ketiadaan barang misalnya atau hal lain. Dampak terburuk yang
ditinggalkan adalah kematian.
Kepala Badan Narkotika
Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar menginginkan ada
sekitar 1.000 tempat rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan
narkoba, mengingat ada sekitar 4 juta pengguna narkoba di Indonesia. "Sekarang
ada 90 tempat rehabilitasi, kita inginkan jadi 1.000. Ini akan berguna untuk
memasukkan 4 juta penyalahguna narkoba yang belum mendapat rehabilitasi," kata
Anang dalam penandatanganan nota kesepahaman dengan lembaga rehabilitasi adiksi
berbasis masyarakat di Jakarta (Jakarta, 13/5 republika.co.id).
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika disebutkan bahwa setiap pengguna narkoba yang setelah vonis
pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau memproduksi narkotika, atau hanya
sebatas pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan diri untuk mendapatkan
pelayanan rehabilitasi. Melihat hal tersebut, UU ini memberikan kesempatan bagi
para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat
terbebas dari kondisi tersebut dan dapat kembali melanjutkan hidupnya secara
sehat dan normal.
Untuk
menekan peredaran narkoba di masyarakat, pihak BNNK Tulungagung berharap peran
serta masyarakat agar lebih kooperatif. Artinya, warga tidak segan untuk
memberikan informasi kepada petugas BNKK. “Jangan takut kepada BNNK, kami bukan
monster, justru kami siap membantu
sekuat tenaga untuk merehabilitasi,” papar Tri widodo selaku psikiater di
BNNK Tulungagung. Namun para pengguna narkoba baru memikirkan tentang
rehabilitasi setelah mereka terjerat hukum, padahal seharusnya setiap pengguna
narkoba harus segera mendapatkan pertolongan melalui suatu rehabilitasi. Baik
setelah terjerat hukum atau sebelumnya.
berita seputar tulungagung, guyub rukun, Habibur Rohman, kabar terkini, Tulungagung
“Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung
bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’
Jaringan mafia korupsi sangat sulit dibongkar untuk dihadirkan di permukaan
publik karena banyak elemen yang bermain di dalamnya. Begitu sulit mencari data
dan menginvestigasi para mafia korupsi. Permasalahan disini begitu komplek dan
selalu ditutupi oleh semua pihak yang bersangkutan. Bahkan Pengadilan Negeri
Tulungagung, Kejaksaan Negeri Tulungagung dan Kapolres Tulungagung tidak banyak
membantu dalam menguak fenomena korupsi di Tulungagung. Surat permohonan data dan wawancara yang di ajukan secara
resmi dari Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi ke intansi tersebut tidak ditanggapi
dan tidak tercermin keinginan membicarakan kebenaran yang sesungguhnya. Sering kali
berusaha konfirmasi ulang ke kantor, namun pihak narasumber selalu berapologi
enggan memberikan data dan menjadi narasumber wawancara.
Dugaan pertama, keengganan pejabat mengungkapkan korupsi bisa jadi karena
memang tidak ada korupsi di Tulungagung. Fadiq Muhammad (Panwaslu Tulungagung 2013)
menegaskan bahwa “Jika ada yang menyatakan bahwa di Tulungagung tidak ada
korupsi (bebas korupsi) itu adalah perkataan nonsense (omong kosong)” saat kru
berdialog tentang hukum di kediamannya. Pak
yok (panggilan akrab fadiq) menegaskan, “bahkan sekalipun itu pernyataan resmi
dari Indonesia Coruption Watch (ICW)’’. Sangat beralasan Pak yok berkata demikian,
sebab masyarakat awam menganggap Tulungagung jarang dan bahkan tidak pernah ada
korupsi.
Doc. Google |
Adakah yang masih menganggap Tulungagung bebas korupsi? Beberapa fakta
yang bermunculan telah menujukkan bahwa Tulungagung bukan kabupaten bebas
korupsi.. Pada 25 Juli 2011 terungkap, Kejaksaan
Negeri Tulungagung menahan dua tersangka korupsi Program Penanganan Sosial
Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Provinsi Jawa Timur 2008, yang tidak bisa
mempertanggung jawabkan dana sebesar 60 juta. Ada fakta unik lagi terjadi pada
22 April 2013 di mana Supriono, tersangka kasus PSSI Tulungagung sebesar 532
juta malah dilantik jadi ketua DPRD. Status Supriono yang menjadi tersangka
korupsi tidak menghalangi pelantikan yang dihadiri juga oleh Bupati Tulungagung
Heru Tjahyono beserta jajarannya. Padahal Kejaksaan Negeri Tulungagung juga
membenarkan dugaan kasus korupsi Supriyono sewaktu menjabat sebagai Pengcab
PSSI. Namun hanya karena alasan kooperatif Supriyono tidak ditahan.
Dugaan kedua, enggan menyampaikan data kepada pers dikarenakan
semua unsur yang terlibat kasus korupsi tersebut sepakat secara bejamaah untuk
menutup kasus. Berikut jawaban dari para pegawai
pemerintahan ketika kru berupaya minta sebagai narasumber. Sebagaimana diungkapkan
Irianto P. Utama, Humas pengadilan Negeri Tulungagung, “data-data tentang kasus korupsi tidak bisa kami beriakan karena itu
adalah wewenang pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor)”. Ramlan, Ketua
Pengadilan Negeri Tulungagung juga menolak surat resmi pengajuan wawancara
dengan dalih serupa. Upaya kru selanjutnya adalah menggali data di Kejaksaan
Negeri Tulungagung, namun pihak Humas kejaksaan juga tidak cukup memiliki
kejujuran untuk memberikan data yang riil tentang kasus-kasus yang ada di
Tulungagung dengan dalih pengarsipan di sana masih belum tertata.
Di balik fakta korupsi di Tulungagung yang ditutup-tutupi
oleh para pejabat, adakah keterkaitan dengan semboyan “Guyub Rukun” ? Dalam kamus bahasa sanskerta (baca; kamus sanskerta Indonesia DR. Purwadi,
M. HUM Published. Budaya jawa.com 2005) bermakna
bersatu. Budayawan Tulungagung Haris menjelaskan “guyub rukun itu mengandung
arti atau makna persatuan,” ungkapnya. Beliau juga menambahkan “guyub rukun itu sebuah falsafah jawa yang
keberadaannya bisa ditarik kemana saja bisa positif bisa juga negatif”. Beliau
mencontohkan kesuksesan antar mafia untuk menutupi korupsi juga berawal dari
penyalah artian kata guyub rukun.
Berbicara mengenai guyub rukun, perlu
melihat sejarah mencuatnya slogan ini. Slogan ini hadir ke tengah publik Tulungagung
di masa Bupati Heru Tjahjono (1994-2013). Slogan tersebut telah berhasil menggeser
dan menenggelamkan jargon sebelumnya, yakni Ingandaya (Industri pangan dan
budaya) sebutan popular untuk Tulungagung di masanya. Slogan ingandaya muncul
di era Bupati Purwanto sekitar tahun 1984 ditandai dengan munculnya
sekolah-sekolah kejuruan sebagai pencetak tenaga industri dan pengelola bahan
pangan dan dibangunnya beberapa situs-situs kebudayaan di Tulungagung.
Berbeda dengan ingandaya yang memiliki
cakupan target yang jelas ekonomi, pangan dan budaya. Guyub rukun lebih
bersifat abstrak dan lebih banyak menyimpan makna tersirat. Guyub rukun dalam tataran
teks bermakna positif. Hal tersebut diungkapkan Wawan Susetya, Budayawan
Tulungagung “guyub rukun itu memiliki makna positif kaya falsafah jawa yang
lain misalnya andap asor, tepo sliro dan sebagainya. Namun pada tataran
konteksnya, guyub rukun mampu menyetuh segala aspek kehidupan sosial, politik,
hukum, agama dan lain-lain” Ungkapnya saat ditemui kru di kediamannya.
Slogan yang didengungkan di era Bupati Heru Tjahjono
ini disinyalir bermuatan legitimasi terhadap budaya bersuara, berpendapat
sehingga dimaksudkan guna meredam setiap gejolak yang timbul dari masalah maupun
gesekan yang ada. Haris menambahkan tangapannya, “guyub rukun bisa jadi
sebagai alat untuk membungkam suara-suara vokal, dengan cara memberi fasilitas
kepada orang atau lembaga yang punya kebiasaan melontarkan kritik”. Sehingga orang atau lembaga ini cenderng
menutup mata atas relita yang ada. Guyub rukun dilontarkan ke permukaan selain
digunakan untuk meredam aksi dan gejolak, juga sebagai representasi dari Bupati
Heru Tjahjono yang anti terhadap adanya masalah sehingga dimaksudkan agar
proyek dan pembangunan di Tulungagung tidak menuai kritik dari masyarakat.
Guyub rukun atau
dalam praktisnya bisa disebut mlaku bareng (baca; berjalan
bersama) adalah sebuah model atau wacana yang dilontarkan sebagai bentuk upaya
mensinergikan lembaga-lembaga birokrasi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten
Tulungagung, sehingga tercipta suasana rukun, harmonis dan tidak timbul rasa
saling curiga. Hadirnya suara-suara vokal seperti wartawan, pengamat dan
aktivis cukup menggangu sistem ini, sehingga tak jarang para kepala bidang ditugasi
untuk memelihara atau menciptakan suasana tentram dalam balutan guyub rukun, Haris
mengatakan “untuk menciptakan suasana guyub tersebut para kepala ditugasi
untuk ngopeni para wartawan”.
Setelah fakta yang terpaparkan diatas apakah kita masih merasa tentram
di tengah kaburnya fakta di lapangan. Budayawan-budayawan di Tulungagung menegaskan
bahwa Slogan Guyub Rukun masih multi
tafsir. Apakah arti sesungguhnya dari guyub rukun masih belum ada yang tahu
kepastiannya. Jika memang bisa dilakukan tarik ulur terhadap semboyan guyub
rukun kearah positif maupun negatif, mungkinkah fenomena korupsi yang ada di
Tulungagung juga ada hubungannya dengan semboyan Guyub Rukun tersebut.
Renungkan dan Fikirkan.
Top 5 Popular of The Week
-
Welcome To Paradise Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap...
-
“Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’ Jaringan mafia korupsi sangat sul...
-
“tak pernah kami bermimpi menafkahi anak dan keluarga kami dari tempat yang menurutmu kotor ini, namun bisakah kami memilih” ...
-
“ Surga seakan-akan pernah bocor, mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan, cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya.” Emha A...
-
Sore itu suasana kampus sudah mulai lengang, kegiatan perkuliahan sudah banyak yang berakhir. Namun tampak 6 orang mahasiswa ditemani 2 ora...
-
Jangan pernah mengaku pecinta kuliner murah kalau belum pernah mengunjungi warung “MAK TIK”. Sebuah nama yang terbilang sangat familiar ...
-
Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan pere...