, ,

    Welcome To Paradise
                       Indonesia  adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap daerah di negri ini memiliki cirri khas budaya yang tentunya berbeda dengan  kawasan atau daerah lain. Tak jarang perbedaan budaya antar daerah terkesan sangat mencolok bahkan kadang terkesan kontras, namun hal ini merupakan sebuah anugrah bagi bangsa Indonesia. Keanekaragaman yang ada di Negara ini bisa dikatakan merupakan magnet utama industry pariwisata di negri dengan jumlah penduduk sekitar 241 juta jiwa ini. Sampai saat ini pariwisata merupakan sumber Pemasukan devisa negara yang cukup besar, selain dari agribisnis      ( perkebunan dan perikanan ) dan tentunya juga pajak.
    Layaknya sebuah sifat yang melekat pada diri manusia, tiap daerah juga dikenal dari sesuatu yang menjadi cirri khas daerah tersebut. Misalkan saja ketika disebut kesenian ondel-ondel maka akan dihubungkan dengan  daerah betawi, atau ketika disebut  nama makanan Rendang maka akan terbersit di pikiran kita daerah Sumatra barat khususnya padang. Namun tak selamanya sebuah daerah dikenal dengan produk unggulan atau sesuatu yang membanggakan dari daerah tersebut, beberapa daerah justru dikenal karena sebuah insiden kelam yang pernah terjadi di daerah tersebut. Misalkan saja Sampit, sebuah daerah yang justru santer terdengar ke telinga public karena konflik antar suku yang pernah terjadi di daerah tersebut.
    Begitupun dengan Tulungagung, sebuah kabupaten yang terletak 154 km barat daya Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Daerah ini dikenal sebagai pengahasil marmer, sebuah barang tambang yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi.  Label kota marmer yang disematkan kepada kabupaten Tulungagung tentu tidak salah, sebab dari data hasil penelitian Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral jumlah batu marmer Tulungagung berkisar 382.050.000 , sebuah jumlah yang tentunya tidak sedikit.  Namun fakta tersebut tak membuat Tulungagung selalu dicirikan dengan marmernya, ada beberapa orang yang justru mengenal Tulungagung dari sisi lain kabupaten ini,Warung Kopi.
    Dalam catatan yang dimiliki Paguyuban Warung dan Hiburan se-Tulungagung (Pawahita), jumlah warung kopi di Tulungagung  sekitar 7.000 unit. jumlah yang fantastis untuk ukuran kabupaten kecil yang memiliki 19 kecamatan ini, namun jumlah tersebut  mungkin masih terlampaui oleh daerah lain di Negri ini, lantas apakah yang membuat warung kopi Tulungagung begitu terkenal. MAMAN, seorang warga Kediri yang pernah cukup lama tinggal di Tulungagung bertutur kepada salah satu crew DIMENSI,  “ kamu kuliah di Tulungagung kan,,, rugi lo kalau belum jelajahi warung kopinya..?. tentu dari penuturan MAMAN tersebut seolah mempertegas bahwa ada yang beda dengan warung kopi di Tulungagung.
                           Hal yang tentu juga menarik untuk dibahas adalah dari segi manakah kemenarikan warung kopi Tulungagung ?, apakah dari segi cita rasa atau dari segi penyajianya. Sudarsono, pemuda asal Desa Panjer yang merupakan salah satu penikmat Warung kopi berkenan menuturkan pengalamanya. Menurutnya kopi Tulungagung memiliki varian rasa yang tidak dimiliki oleh daerah lainya, “ Di Tulungagung ada yang namanya kopi ijo, rasanya khas banget, dan katanya sih kopi ini (kopi hijau; red)  hanya bisa ditemui di Tulungagung saja”, begitu tutur pemuda yang dalam seminggu bisa nongkrong di warung kopi sampai lebih dari 5 kali ini. Kopi hijau yang dimaksud sudarsono bukan nama varietas kopi layaknya Arabika atau robusta, kopi hijau yang dimaksud adalah  campuran antara bubuk kopi, butiran gula dan sedikit campuran kacang hijau yang telah dihaluskan. Sebuah perpaduan yang menurut para penikmat kopi begitu nikmat dan khas. Benar saja, berdasarkan hasil Investigasi crew DIMENSI di lapangan, sebagian besar warung kopi di Tulungagung  menyediakan kopi ijo sebagai sajian andalan mereka, dan tentu menjadi menu yang paling banyak dipesan para pengunjung.
                  Namun pernyataan berbeda keluar dari irul, teman dari Sudarsono yang sedari tadi hanya mendengarkan pembicaraan antara Crew DIMENSI dengan temannya itu. Menurut pria yang biasa dipanggil debleng  ini, Gaung Warung kopi Tulungagung begitu keras terdengar diluar daerah  lebih karena warung Kopi di Tulungagung menawarkan pelayanan  ekstra para Pramusaji-nya, “ ada banyak warung kopi di Tulungagung yang menyajikan pelayan yang cantik-cantik, dan enaknya lagi kita diperbolehkan pegang, colek, dan sejenisnya  tanpa harus bayar ekstra”, Sebuah pernyataan yang sangat menarik untuk ditanggapi. Betapa mungkin, Tulungagung yang selama ini dikenal memiliki banyak pondok pesantren, tempat Toriqoh (sebuah jalan untuk mencapai ridlho Tuhan; red) beserta kyai-kyai terkenalnya , hari ini lebih dikenal di daerah luar karena warung kopi PLUS-PLUSnya.
    WARUNG KOPI PANGKU DAN JAMUAN ISTIMEWA
    Crew DIMENSI pun tak langsung membenarkan statement bahwa di Tulungagung terdapat cukup banyak warung kopi nakal, melainkan justru merasa tertantang untuk membuktikan kebenaran statement ini.  Benarkah saat ini beberapa warung kopi di tulungagung tak lagi selalu menawarkan citarasa kopi untuk menarik pelanggan, melainkan menggunakan magnet utama penarik laki-laki sebagai pengunjung dominan warung kopi,  wanita ?.
                  “ di boyolangu ada, sumbergempol, ngunut, kalidawir, karangrejo, moyoketen, tapi yang paling banyak  di area pasar ngemplak”,  begitu tutur wijaya  (21), saat ditanya tentang daerah mana saja di Tulungagung yang terdapat warung kopi dengan pelayanan ekstra tersebut. pemuda yang mengaku merasa pusing setiap kali tidak minum kopi minimal satu cangkir dalam sehari ini juga menambahkan,  bahwa warung-warung kopi tersebut beroperasi di malam hari, mulai pukul 11 malam hingga menjelang subuh,  sebuah  alasan yang menyebabkan tak banyak orang yang tau akan keberadaan warung kopi ini. Meski begitu ada juga beberapa diantaranya telah beroprasi di siang hari, namun dikemas dalam balutan warung kopi yang tertutup sehingga tak banyak orang yang tahu aktifitas di dalam warung kopi.
                Para penikmat kopi Tulungagung pun mempunyai sebutan khusus buat warung kopi dengan pelayan-pelayan sexy beserta service ekstra ini, mereka biasa menamainya dengan sebutan warung Kopi Pangku atau warung kopiNgosek. Konon sebutan ini biasa dipakai karena di warung kopi ini pengunjung diperkenankan untuk Mangku(mendudukkan seseorang diatas paha; red) para pelayannya. “ seng jogo warung kopine iku oleh di pangku, dadine yo warung kopine diarani warung kopi pangku” (penjaga warung kopinya diperbolehkan untuk dipangku, jadinya warung kopinya dinamakan warung kopi pangku; red) , ungkap Rudi salah seorang pengunjung warung kopi saat diwawancarai crew dimensi di salah satu sudut warung kopi di area pasar ngemplak. Meski begitu tak ada yang tahu kapan pertama kali istilah ini digunakan, dan siapa yang pertama kali mempergunakanya.
                    Entah hanya di Indonesia  atau juga berlaku di Negara-negara lainya, warung kopi selalu di monopoli oleh kaum adam. Hal ini terlihat jelas di berbagai kedai kopi, hampir seluruh pengunjungnya adalah laki-laki. Bahkan dalam hal penyebutan nama warung kopi-pun terjadi kecenderungan menggunakan nama laki-laki, misalkan saja beberapa contoh nama warung kopi yang cukup popular  di telingan para penikmat kopi tulungagung, warung kopiWaris, warung kopi Dori, warung kopi Paijo,  dan beberapa warung kopi lain yang menggunakan nama laki-laki pemilik warung tersebut. Dengan kecenderungan seperti ini, tak salah rasanya jika beberapa pemilik warung kopi memilih menggunakan jasa perempuan untuk menarik laki-laki sebagai pengunjung dominan warung kopi . karena para pemilik warung kopi beranggapan bahwa hampir setiap laki-laki memiliki ketertarikan terhadap perempuan.
    Malam itu kota tulungagung begitu cerah,  tampaknya  tanggal bulan qomariah telah  masuk dalam hitungan belasan, sehingga bulan terlihat begitu jelas dan  menambah keindahan malam di kota dengan semboyan guyub rukun ini. Meski begitu udara malam khas kota  tulungagung yang  dingin  cukup mengganggu indahnya malam itu. Tapi nampaknya udara dingin Tulungagung tak cukup mampu memadamkan semangat crew Dimensi untuk melihat kehidupan malam warung kopi di Tulungagung . dari sekian banyak spot warung kopi di kota ingandaya ini, terpilihlah kawasan Ngemplak sebagai tujuan.
    Keramaian tampak di dalah satu sudut warung kopi di area pasar ngemplak, satu dari belasan warung kopi yang berjejer di sebuah area yang disiang harinya dipakai masyarakat setempat sebagai pasar tradisional. Mungkin tak banyak orang tahu, diarea yang disiang harinya oleh masyarakat tulungagung lebih dikenal sebagai sentra buah dan sayur pada malam hari digunakan sebagai kedai kopi. Lapak-lapak tempat para pedagang menjajakan daganganya disiang hari, disulap menjadi kedai kopi oleh beberapa orang saat malam mulai menyelimuti kawasan tersebut.
                        Jangan pernah berharap  melihat warung kopi dengan deretan bangku-bangku yang berjajar rapi layaknya warung kopi pada umumnya,  karena hampir seluruh warung kopi di area ini tampil dalam format Lesehan (beralaskan tikar; red). Tempat ini mungkin dikatagorikan sebagai warung kopi yang tak begitu nyaman oleh pengunjung yang memang datang ke warung  kopi untuk menikmati suasana saat ngopi, karena selain tercium aroma tidak sedap dari gundukan sampah sayur dan buah, tempat ini gelap dan dan juga kumuh. Meski begitu tempat ini selalu ramai dikunjungi .
    Senyum tampak mengembang dari seorang gadis yang ketika kami tanya mengaku berumur 26 tahun, saat kami  datang ke lapak warung kopi tempan ia bekerja. Tak selayaknya pekerja warung kopi pada umumnya yang langsung bertanya menu apa yang kita pesan ketika ada seorang pengunjung datang, para pelayan warung kopi ditempat ini justru lebih dulu nimbrung bersama para pengunjung. Meski saat itu udara Tulungagung begitu dingin, cha cha (bukan nama sebenarnya)  seorang pekerja yang telah 8 bulan bekerja ditempat ini tampil dengan dandanan yang sangat mini. Cha-cha malam itu mengenakan  Rok mini berwana hitam yang  dipadu dengan kaos lengan pendek yang cukup ketat,  bahkan kaos yang ia kenakan malam itu bisa dikatakan terlalu kecil untuk ukuran badanya yang cukup berisi,  sehingga ketika ia sedikit membungkuk saja tampak sebuah tato bertuliskan namanya yang terletak persis diatas pinggangnya.
                     Hampir 5 menit berlalu perbincangan antara kami (crew Dimensi; red) dengan cha-cha, meski begitu ia belum juga bertanya tentang menu apa yang kami pesan. Kami pun berinsiatif untuk memesan 2 cangkir kopi,         “ sampai lupa aku mas “ , sembari mengembangkan senyum di wajah yang bisa dibilang cukup cantik untuk ukuran seorang pekerja warung kopi.   Dengan membawa 2 cangkir kopi panas cha-cha kembali menghampiri kami, namun setelah menaruh kopi tersebut ia pamit untuk menemani seorang pengunjung yang baru datang.
    Ditempat ini cha-cha tidak sendiri, ia ditemani seorang pekerja lagi  yang nampaknya berusia lebih muda dari cha-cha, namun nampaknya ia begitu sibuk menemani para pengunjung disudut lain warung kopi ini. Seorang pengunjung tampak sedang memeluk   Kembang (bukan nama sebenarnya), seorang pekerja  yang telah bekerja ditempat  ini satu bulan lebih lama dari cha-cha. Tak ada respon menolak dari kembang, bahkan ia terkesan begitu nyaman dengan keadaan tersebut. Malam itu kembang tidak kalah sexy dibanding cha-cha, ia mengenakan kaos ketat dengan kombinasi rok mini coklat.
                    Saat kami berniat untuk meninggalkan tempat ini, cha-cha kembali menghampiri kami . akhirnya kami pun mengurungkan niat untuk mengakhiri petualangan kami di warung kopi pangku. Kali ini cha-cha beraksi lebih berani, dia mengambil tempat duduk tepat tengah-tengah kami.  Bahkan aku cukup terkejut saat ia berani merangkulkan satu dari tanganya belakang bahuku.  Perbincangan kami berlanjut tentang kondisi di tempat ini dihari-hari lain. “ ini loh mas sepi, tadi abis ada operasi”,operasi yang dimaksud cha-cha adalah razia polisi kepada pengunjung warung kopi. Namun anehnya dirazia ini polisi hanya menanyakan surat-surat kelengkapan kendaraan pengunjung tanpa mempermasalahkan aktifitas yang terjadi di tempat tersebut.
                    Malam di warung kopi pangku nampaknya berlalu begitu cepat, jam telah bergulir menunjukan pukul 02.00 dinihari. Kami pun masing-masing telah menghabiskan 2 cangkir kopi, sampai tiba saatnya kami memutuskaan untuk menyudahi petualangan malam ini. Kami pun cukup terkejut saat kami ingin membayar apa yang telah kami pesan. Secangkir kopi hanya dihargai Rp.3000,- saja, meski Rp. 2000,- lebih mahal dibanding harga warung kopi  pada umumnya, harga ini terbilang cukup murah dengan pelayanan istimewa yang diberikan para pekerjanya. Namun inilah kenyataan, hal ini dilakukan sebagai upaya bersaing dengan warung kopi pangku lain yang jumlahnya  cukup menjamur di tulungagung.
    APA KATA MUI?
                      Saat ditunjukan data dan fakta terkait warung kopi di Tulungagung , Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Tulungagung yang saat itu diwakili langsung oleh  ketuanya KH. M. Hadi Mahfud beserta sekertaris umum Abu Sofyan Sirodjudin tampaknya tak begitu kaget. Hal ini tak lain karena pihaknya telah cukup lama   mendengar dan mengurusi masalah ini (warung kopi; red). Namun MUI meragukan keabsahan data pawahita tentang  jumlah warung kopi di tulungagung  yang menyentuh angka 7.000 unit. Jika terdapat 19 kecamaan, dengan perincian  257 desa dan 14 kelurahan, itu berarti rata-rata setiap desa atau kelurahan terdapat   lebih dari 25 warung kopi.  Sebuah jumlah yang menurut MUI Tulungagung terlalu mengada-ada, MUI menduga adanaya penggelembungan data.
                   Meski begitu pihaknya (MUI) pun mengaku cukup prihatin dengan kondisi di Tulungagung, bagaimana bisa Tulungagung  yang  terdapat puluhan pesantren, beberapa institusi pendidikan islam seperti STAIN Tulungagung dan STAI Diponegoro tak mampu mengubah warna kelam yang ada di kabupaten ini “ yang justru saya soroti  adalah pondok-pondok yang ada di tulungagung, ada banyak pondok dan juga Institusi  islam seperti STAIN Tulungagung dan juga STAI Dipo tapi tak cukup mampu mengubah warna kota Tulungagung ” tutur KH. M. Hadi Mahfud.
    Teruntuk itu MUI menghimbau kepada para aparatur pemerintahan beserta warga Tulungagung untuk bahu membahu memberantas kemaksiatan di warung kopi, ” warga seharusnya lebih sigap jika ada warung kopi di daerahnya yang tidak bener ” , tambah Kyai yang juga sebagai pengasuh ponpes menoro Tulungagung. Pemerintah Tulungagung tentu juga faham dengan banyaknya warung kopi pangku di Tulungagung, tapi belum ada upaya kongkrit dari pemerintah untuk mengatasi hal ini.
                  Masalah menjamurnya warung kopi pangku di Tulungagung bukan hanya masalah pemerintah maupun MUI saja, melainkan masalah seluruh warga kota ini. Tak sepantasnya jika kita hanya menyalahkan pemerintah, meski begitu peran pemerintah begitu sentral dalam mengatasi hal ini. Pemerintah seharusnya menindak tegas para pengelola warung kopi yang  menjajakan kemolekan serta servis ekstra para pekerjanya sebagai penarik pengunjung. namun warga tempat warung kopi tersebut berada juga harus responsive dengan keadaan yang ada di tempatnya.

    , , ,

    Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba.
    Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (narkoba)  akan memiliki guna yang berbeda ketika berada di tangan yang berbeda. Sebagaimana pisau di tangan koki akan berbeda dengan pisau ditangan perompak, atau dipegang balita yang belum memiliki pemahaman tentang fungsi pisau itu, bisa saja digunakan untuk menyayat diri sendiri.
    Demikian halnya narkoba di tangan dokter bisa digunakan untuk tujuan pengobatan, penelitian, atau hal postif lain. Namun ketika di tangan masyarakat awam, justru hanya akan banyak kerugian yang ditanggung daripada manfaat yang diinginkan. Sebab penggunaan narkoba tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar serta penggunaan secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan atau kecanduan, yang berujung pada kematian.
    Oleh karena itu, penggunaan dan peredaran narkoba diawasi secara ketat oleh UU RI No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Kepemilikan, penggunaan serta peredaran narkotika dan psikotropika secara tidak sah (tidak memiliki surat izin menggunakan atau mengedarkan) merupakan pelanggaran hukum.
    Peredaran narkoba di Tulungagung tergolong tinggi. Bahkan termasuk dalam empat besar wilayah lumbung penyalahguna narkoba “Tulungagung termasuk peringkat ke empat dalam kasus penyalahgunaan narkoba setelah Surabaya, Malang, dan Madiun,” ungkap Tri Arif, staf Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) kasi pemberdaya masyarakat.
    Dari 19 kecamatan di Tulungagung, tujuh kecamatan tercatat sebagai daerah rawan peredaran barang haram tersebut. Ketujuh kecamatan itu meliputi; Kecamatan Kota Tulungagung, Kedungwaru, Rejotangan, Ngunut, Ngan­tru, Kalidawir serta Campurdarat. “Data itu berdasarkan hasil investigasi serta penemuan kasus yang terjadi di lapangan, tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe, warung remang-remang rawan bagi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di wilayah Tulungagung”. imbuhnya.
    BNNK dan Kapolres Tulungagung menginformasikan bahwa, penyalahgunaan narkoba terdapat disemua kalangan, mulai dari kalangan anak didik sampai umum. Rekapan data penyalahgunaan narkoba BNNK bulan Januari s/d Desember 2012 ada 133 (seratus tiga puluh tiga) orang. Dari  jumlah total tersebut, 127 berstatus pelajar (62 SMP dan 65 SMA). Sedangkan penyalahguna umum hanya 6 orang. Sedangkan rekapan data dari Satresnarkoba Polres Tulungagung menyatakan bahwa penyalahguna narkoba tahun 2013 ini sampai bulan maret ada 20 tersangka dari 18 kejadian. Jenis obat-obatan yang sering disalahgunakan adalah Pil Double L.
    Narkoba adalah masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya oleh satu pihak saja. Karena narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal. Kerjasama ini diharapkan mampu mewujudkan Indonesia bebas Narkoba tahun 2015. Seperti yang tertera dalam Visi BNN.
    Reskoba Tulungagung berkomitmen untuk “memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya”. Tidak kalah semangat BNNK melakukan hal serupa yaitu melakukan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan pengedaran gelapnya secara komprehensif dan sinergis sehingga terwujud Indonesia bebas narkoba.. “Dalam setahun agenda, kami selaku kasi pencegahan adalah melakukan penyuluhan atau sosialisasi ke-berbagai lapisan masyarakat, baik masyarakat umum, siswa, mahasiswa, bahkan instansi pemerintah. Namun masalah tanggal kapan kami melakukan kegiatan tersebut  tinggal  menyesuaikan situasi dan kondisi” ungkap Kasriani, kasi pencegahan BNNK.
    Kasriani jiga menuturkan bahwa, Pemerintah Tulungagung sudah berusaha semaksimal mungkin menekan atau bahkan memberangus kasus penyalahgunaan narkoba. Tinggal bagaimana masyarakat mengapresiasi usaha tersebut, mengingat bahaya narkoba bukan hanya merusak jiwa penyalahgunanya, melainkan berimbas pada moral bangsa.
    Manfaat VS Dampak Penggunaan Narkoba
                Banyak motif mengapa banyak kalangan terjerumus narkoba. Kasriani menuturkan, “Kebanyakan alasan mereka adalah coba-coba, misalnya buat doping, tidak bisa menolak ajakan teman, berasal dari keluarga yang broken home, kurangnya kasih sayang dari orang tua, beranggapan dengan mengkonsumsi narkoba bisa keluar dari masalah, biar happy terus dan tidak stress”.
    BNNK Tulungagung melalui buku P4GN (Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba) menjelaskan bahwa efek yang ditimbulkan narkoba bisa dibedakan menjadi tiga, yakni stimulan, depresan, dan halusinogen.
    Stimulan, merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan serta kesadaran. Jenis stimulan: kafein, kokain, amphetamin. Contoh yang sekarang sering dipakai adalah shabu-shabu dan ekstasi.
    Hal ini diakui oleh Heldian (33) warga Desa Bago, Tulungagung. “Setelah menggunakan sabu rasanya tubuh ini jadi aktif dan energik tidak mudah merasakan lelah, cuman saya jadi gampang lupa, nggak doyan makan, yang parah adalah sangat mudah tersinggung dan gampang marah” ungkapnya saat ditemui di Lapas Tulungagung.
    Halusinogen, efek utamanya adalah mengubah daya persepsi atau mengakibatkan halusinasi. Halusinogen kebanyakan berasal dari tanaman seperti mescaline dari kaktus dan psilocybin dari jamur-jamuran. Selain itu ada juga yang diramu di laboratorium seperti LSD. Yang paling banyak dipakai adalah marijuana atau ganja.
    Hal ini juaga diungkapkan oleh Ali Ashar (36) warga Punjul Karangrejo. “Pokoknya kalau habis ngisep ganja perasaan selalu seneng, semua masalah seolah-olah hilang, kadang lihat apapun terasa lucu padahal nggak ada yag lucu, jadi kadang ketawa sendiri” paparnya saat ditemui di Lapas Tulungagung.
    Depresan, yaitu menekan sistem sistem  syaraf pusat dan mengurangi aktifitas fungsional tubuh sehingga pemakai merasa tenang, bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tak sadarkan diri. Jenis narkoba depresan antara lain opioda, dan berbagai turunannya seperti morphin dan heroin. Contoh yang populer sekarang adalah putaw.
    Bila narkoba digunakan secara terus menerus atau kelebihan takaran yang telah ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Ketergantungan atau kecanduan inilah yang akan mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat (SSP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati, dan ginjal. Ketergantungan fisik akan mengakibatkan  rasa sakit yang luar biasa (sakaw) bila terjadi putus obat (tidak mengkonsumsi saat tubuh benar-benar membutuhkannya) karena ketiadaan barang misalnya atau hal lain. Dampak terburuk yang ditinggalkan adalah kematian.
    Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Anang Iskandar menginginkan ada sekitar 1.000 tempat rehabilitasi bagi pecandu dan korban penyalahgunaan narkoba, mengingat ada sekitar 4 juta pengguna narkoba di Indonesia. "Sekarang ada 90 tempat rehabilitasi, kita inginkan jadi 1.000. Ini akan berguna untuk memasukkan 4 juta penyalahguna narkoba yang belum mendapat rehabilitasi," kata Anang dalam penandatanganan nota kesepahaman dengan lembaga rehabilitasi adiksi berbasis masyarakat di Jakarta (Jakarta, 13/5 republika.co.id).
    Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika disebutkan bahwa setiap pengguna narkoba yang setelah vonis pengadilan terbukti tidak mengedarkan atau memproduksi narkotika, atau hanya sebatas pengguna saja, maka mereka berhak mengajukan diri untuk mendapatkan pelayanan rehabilitasi. Melihat hal tersebut, UU ini memberikan kesempatan bagi para pecandu yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika agar dapat terbebas dari kondisi tersebut dan dapat kembali melanjutkan hidupnya secara sehat dan normal.
    Untuk menekan peredaran narkoba di masyarakat, pihak BNNK Tulungagung berharap peran serta masyarakat agar lebih kooperatif. Artinya, warga tidak segan untuk memberikan informasi kepada petugas BNKK. “Jangan takut kepada BNNK, kami bukan monster, justru  kami siap membantu sekuat tenaga untuk merehabilitasi,” papar Tri widodo selaku psikiater di BNNK Tulungagung. Namun para pengguna narkoba baru memikirkan tentang rehabilitasi setelah mereka terjerat hukum, padahal seharusnya setiap pengguna narkoba harus segera mendapatkan pertolongan melalui suatu rehabilitasi. Baik setelah terjerat hukum atau sebelumnya.

    , , , ,



    “Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’

    Jaringan mafia korupsi sangat sulit dibongkar untuk dihadirkan di permukaan publik karena banyak elemen yang bermain di dalamnya. Begitu sulit mencari data dan menginvestigasi para mafia korupsi. Permasalahan disini begitu komplek dan selalu ditutupi oleh semua pihak yang bersangkutan. Bahkan Pengadilan Negeri Tulungagung, Kejaksaan Negeri Tulungagung dan Kapolres Tulungagung tidak banyak membantu dalam menguak fenomena korupsi di Tulungagung. Surat  permohonan data dan wawancara yang di ajukan secara resmi dari Lembaga Pers Mahasiswa Dimensi ke intansi tersebut tidak ditanggapi dan tidak tercermin keinginan membicarakan kebenaran yang sesungguhnya. Sering kali berusaha konfirmasi ulang ke kantor, namun pihak narasumber selalu berapologi enggan memberikan data dan menjadi narasumber wawancara.
    Dugaan pertama, keengganan pejabat mengungkapkan korupsi bisa jadi karena memang tidak ada korupsi di Tulungagung. Fadiq Muhammad (Panwaslu Tulungagung 2013) menegaskan bahwa “Jika ada yang menyatakan bahwa di Tulungagung tidak ada korupsi (bebas korupsi) itu adalah perkataan nonsense (omong kosong)” saat kru berdialog tentang hukum di kediamannya.  Pak yok (panggilan akrab fadiq) menegaskan, “bahkan sekalipun itu pernyataan resmi dari Indonesia Coruption Watch (ICW)’’. Sangat beralasan Pak yok berkata demikian, sebab masyarakat awam menganggap Tulungagung jarang dan bahkan tidak pernah ada korupsi. 
    Doc. Google

    Adakah yang masih menganggap Tulungagung bebas korupsi? Beberapa fakta yang bermunculan telah menujukkan bahwa Tulungagung bukan kabupaten bebas korupsi.. Pada 25 Juli 2011 terungkap, Kejaksaan Negeri Tulungagung menahan dua tersangka korupsi Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Provinsi Jawa Timur 2008, yang tidak bisa mempertanggung jawabkan dana sebesar 60 juta. Ada fakta unik lagi terjadi pada 22 April 2013 di mana Supriono, tersangka kasus PSSI Tulungagung sebesar 532 juta malah dilantik jadi ketua DPRD. Status Supriono yang menjadi tersangka korupsi tidak menghalangi pelantikan yang dihadiri juga oleh Bupati Tulungagung Heru Tjahyono beserta jajarannya. Padahal Kejaksaan Negeri Tulungagung juga membenarkan dugaan kasus korupsi Supriyono sewaktu menjabat sebagai Pengcab PSSI. Namun hanya karena alasan kooperatif Supriyono tidak ditahan.
    Dugaan kedua, enggan menyampaikan data kepada pers dikarenakan semua unsur yang terlibat kasus korupsi tersebut sepakat secara bejamaah untuk menutup kasus. Berikut jawaban dari para pegawai pemerintahan ketika kru berupaya minta sebagai narasumber. Sebagaimana diungkapkan Irianto P. Utama, Humas pengadilan Negeri Tulungagung, “data-data tentang kasus korupsi tidak bisa kami beriakan karena itu adalah wewenang pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor)”. Ramlan, Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung juga menolak surat resmi pengajuan wawancara dengan dalih serupa. Upaya kru selanjutnya adalah menggali data di Kejaksaan Negeri Tulungagung, namun pihak Humas kejaksaan juga tidak cukup memiliki kejujuran untuk memberikan data yang riil tentang kasus-kasus yang ada di Tulungagung dengan dalih pengarsipan di sana masih belum tertata. 
    Di balik fakta korupsi di Tulungagung yang ditutup-tutupi oleh para pejabat, adakah keterkaitan dengan semboyan “Guyub Rukun” ? Dalam kamus bahasa sanskerta (baca; kamus sanskerta Indonesia DR. Purwadi, M. HUM Published. Budaya jawa.com 2005)  bermakna bersatu. Budayawan Tulungagung Haris menjelaskan “guyub rukun itu mengandung arti atau makna persatuan,” ungkapnya. Beliau juga menambahkan “guyub rukun itu sebuah falsafah jawa yang keberadaannya bisa ditarik kemana saja bisa positif bisa juga negatif”. Beliau mencontohkan kesuksesan antar mafia untuk menutupi korupsi juga berawal dari penyalah artian kata guyub rukun.
    Berbicara mengenai guyub rukun, perlu melihat sejarah mencuatnya slogan ini. Slogan ini hadir ke tengah publik Tulungagung di masa Bupati Heru Tjahjono (1994-2013). Slogan tersebut telah berhasil menggeser dan menenggelamkan jargon sebelumnya, yakni Ingandaya (Industri pangan dan budaya) sebutan popular untuk Tulungagung di masanya. Slogan ingandaya muncul di era Bupati Purwanto sekitar tahun 1984 ditandai dengan munculnya sekolah-sekolah kejuruan sebagai pencetak tenaga industri dan pengelola bahan pangan dan dibangunnya beberapa situs-situs kebudayaan di Tulungagung.
    Berbeda dengan ingandaya yang memiliki cakupan target yang jelas ekonomi, pangan dan budaya. Guyub rukun lebih bersifat abstrak dan lebih banyak menyimpan makna tersirat. Guyub rukun dalam tataran teks bermakna positif. Hal tersebut diungkapkan Wawan Susetya, Budayawan Tulungagung “guyub rukun itu memiliki makna positif kaya falsafah jawa yang lain misalnya andap asor, tepo sliro dan sebagainya. Namun pada tataran konteksnya, guyub rukun mampu menyetuh segala aspek kehidupan sosial, politik, hukum, agama dan lain-lain” Ungkapnya saat ditemui kru di kediamannya.
    Slogan yang didengungkan di era Bupati Heru Tjahjono ini disinyalir bermuatan legitimasi terhadap budaya bersuara, berpendapat sehingga dimaksudkan guna meredam setiap gejolak yang timbul dari masalah maupun gesekan yang ada. Haris menambahkan tangapannya, “guyub rukun bisa jadi sebagai alat untuk membungkam suara-suara vokal, dengan cara memberi fasilitas kepada orang atau lembaga yang punya kebiasaan melontarkan kritik”. Sehingga orang atau lembaga ini cenderng menutup mata atas relita yang ada. Guyub rukun dilontarkan ke permukaan selain digunakan untuk meredam aksi dan gejolak, juga sebagai representasi dari Bupati Heru Tjahjono yang anti terhadap adanya masalah sehingga dimaksudkan agar proyek dan pembangunan di Tulungagung tidak menuai kritik dari masyarakat.
    Guyub rukun atau dalam praktisnya bisa disebut mlaku bareng (baca; berjalan bersama) adalah sebuah model atau wacana yang dilontarkan sebagai bentuk upaya mensinergikan lembaga-lembaga birokrasi di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Tulungagung, sehingga tercipta suasana rukun, harmonis dan tidak timbul rasa saling curiga. Hadirnya suara-suara vokal seperti wartawan, pengamat dan aktivis cukup menggangu sistem ini, sehingga tak jarang para kepala bidang ditugasi untuk memelihara atau menciptakan suasana tentram dalam balutan guyub rukun, Haris mengatakan “untuk menciptakan suasana guyub tersebut para kepala ditugasi untuk ngopeni para wartawan”.
    Setelah fakta yang terpaparkan diatas apakah kita masih merasa tentram di tengah kaburnya fakta di lapangan. Budayawan-budayawan di Tulungagung menegaskan bahwa Slogan  Guyub Rukun masih multi tafsir. Apakah arti sesungguhnya dari guyub rukun masih belum ada yang tahu kepastiannya. Jika memang bisa dilakukan tarik ulur terhadap semboyan guyub rukun kearah positif maupun negatif, mungkinkah fenomena korupsi yang ada di Tulungagung juga ada hubungannya dengan semboyan Guyub Rukun tersebut. Renungkan dan Fikirkan.


Top