SEO BLOG & TEMPLATES
Cah Tulungagung Seng Mampir
Blog Archive
Diberdayakan oleh Blogger.
Blog Archives
Labels Cloud
Labels List Numbered
Popular Posts
-
“Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’ Jaringan mafia korupsi sangat sul...
-
Welcome To Paradise Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap...
-
“tak pernah kami bermimpi menafkahi anak dan keluarga kami dari tempat yang menurutmu kotor ini, namun bisakah kami memilih” ...
-
Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan pere...
-
“ Surga seakan-akan pernah bocor, mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan, cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya.” Emha A...
-
Jangan pernah mengaku pecinta kuliner murah kalau belum pernah mengunjungi warung “MAK TIK”. Sebuah nama yang terbilang sangat familiar ...
-
Sore itu suasana kampus sudah mulai lengang, kegiatan perkuliahan sudah banyak yang berakhir. Namun tampak 6 orang mahasiswa ditemani 2 ora...
Pages
Video of the day
Labels
About Me
CB Magazine »
berita terkini
,
opini
»
SEBONGKAH SURGA
SEBONGKAH SURGA
Posted by CB Magazine on Selasa, 26 November 2013 |
berita terkini,
opini
“ Surga seakan-akan
pernah bocor, mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan, cipratan keindahan
itu bernama Indonesia Raya.”
Emha Ainun Najib
Emha Ainun Najib
Sepenggal
kalimat yang dilontarkan Cak Nun di atas memang bermajas hiperbola, tapi ada kebenaran
yang tak bisa ditampik dari dua baris kalimat yang dilontarkan budayawan asal
Jombang-Jawa Timur tersebut. Kenyataan bahwa Indonesia adalah sebuah negri yang
dianugrahi keindahan alam yang luar biasa tak perlu diperdebatkan. Tak perlu
kiranya aku ceritakan lagi tentang eksotika pantai dan kehidupan bawah laut
negeri ini, atau betapa melimpahnya aneka barang tambang yang terkandung di
perut buminya. Hutan hujan tropis di negeri ini kabarnya juga merupakan yang
terbaik di dunia, berikut dengan flora dan fauna yang beberapa diantaranya
merupakan spesies endemik. Juga tentang keberagaman budaya dan suku bangsanya,
aku yakin cerita macam ini sudah sangat sering kalian dengar, atau mungkin
beberapa diantara kalian justru sudah pernah melihatnya secara langsung.
doc.google |
Gambaran Kabupaten
Tulungagung
Tulungagung adalah sebongkah kecil
dari negeri (yang katanya) penggalan surga ini. Kabupaten Tulungagung memang
bukan pulau Bali yang keindahanya telah mendunia. Tulungagung hanya kabupaten
kecil yang terletak di pinggiran Samudra Hindia, di bagian paling selatan provinsi
Jawa Timur. Namun kabupaten ini pantas berada di jajaran terdepan sebagai
kawasan dengan sumber daya alam yang melimpah. Berdiri dengan kokoh
gunung-gunung marmer, terhampar luas pantai-pantai dengan kandungan pasir besi,
tanah yang subur, sumber air yang melimpah, serta sungai-sungai yang mengalir
hampir di setiap desa. Tulungagung juga dikenal sebagai tempat ditemukanya
manusia purba Homo Wajakensis dan berbagai situs purbakala lainya, yang artinya kabupaten Tulungagung
memiliki seribu alasan untuk menjadi kabupaten yang mampu mensejahterakan
warganya.
Bukan Indonesia kiranya kalau semua
berjalan sebagaimana seharusnya, ungkapan “rumput
tetangga selalu nampak lebih hijau” nampaknya berlaku dalam situasi ini. Sungguh
tragis saat mengetahui masyarakat lokal Tulungagung justru lebih banyak mencari
rejeki di negeri orang. Berdasarkan data BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), ada sekitar delapan ribu warga Tulungagung
yang mencari penghidupan dengan bekerja di luar negeri. Jumlah yang tidak
sedikit, bukan? Bahkan kabarnya TKI asal Tulungagung merupakan yang terbanyak
dibandingkan kabupaten lain di provinsi Jawa Timur. Data ini memang masih layak
diperdebatkan. Dinsosnakertran Kabupaten Tulungagung misalnya, berdasar pada
data yang dirilis secara resmi, mengklaim TKI asal Tulungagung hanya sejumlah
1.267. Namun jumlah ini merupakan jumlah TKI yang mendaftar secara resmi. TKI
yang mendaftar di daerah lain atau melalui jalur ilegal belum masuk dalam data
tersebut. Mungkinkah tahun-tahun berikutnya jumlah ini akan bertambah?
Jawabannya adalah ‘mungkin’, selama masyarakat
lokal belum menyadari dan enggan untuk mengelola sendiri potensi kekayaan
negara ini. Stereotype bahwa jadi pekerja di negeri orang itu “dompetnya
lebih tebal” daripada di negara sendiri sudah mulai menjangkit pola pikir
masyarakat. Ditambah dengan suksesnya media umum menghipnotis kita seolah-olah:
Indonesia semakin bobrok, lebih baik
pindah ke negeri orang. Gambaran ini setidaknya membuka pola pikir kalian
bahwa seharusnya masyarakat lokal tak perlu berkecil hati di negerinya sendiri.
Bahwasanya Indonesia merupakan negara yang besar dan kaya, hanya perlu
kepedulian dari pemerintah dan warga lokal. Kekayaan sumber daya alam negara
ini memang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara, dan warga lokal.
Bukan tanggung jawab warga asing dalam mengelolanya, sementara warga lokal
diiming-imingi uang melimpah di negeri orang. Dalam kasus ini, Tulungagung bisa
dijadikan interpretasi Indonesia, mewakili keadaan nasional. Bagaimana mungkin
negara yang sekaya ini, penduduknya miskin? Mungkin saja hal tersebut terjadi,
jika level percaya diri masyarakat diturunkan; entah oleh tingkah polah
pemerintah, maupun bias media. Warga lokal diajak berpikir menjadi inferior
atas negerinya sendiri.
Wabah TKI
Keputusan untuk mengabdikan diri
sebagai Pahlawan devisa tak selalu dilandasi oleh kurangnya ketersediaan
lapangan pekerjaan. Industri rumahan yang selama ini menopang perekonomian
Indonesia ada dalam jumlah yang sangat banyak disini. Setiap desa mencitrakan
dirinya dengan satu industry khusus yang berbeda dengan daerah lainya. Ranah
usahanya pun beragam, Mulai dari industry pengolahan batu marmer atau onyx, gerabah,
alat-alat kebersihan, industri pengolah kain perca, dan sektor perekonomian
lain.
Layaknya virus, TKI mewabah di
daerah-daerah dengan penduduk yang gampang
kepingin (konsumeris). Godaan dari tetangga yang pernah menjadi TKI, pulang
kampung, kemudian membangun rumah mewah di desanya, atau memiliki gadget
tercanggih di daerah tersebut, terkadang mampu mengusik ketenangan mencari
penghidupan di tanah sendiri. Cerita demi cerita tentang mudahnya mengais
rejeki di negara tetangga – daripada menjadi petani atau pengrajin – merupakan
dorongan kuat untuk menjadi TKI. Keputusan menjadi TKI dewasa ini mayoritas
termotivasi oleh sukses TKI-TKI sebelumnya. Bukan lagi dilatarbelakangi oleh
kurang tersedianya lapangan pekerjaan di daerah asal.
Menjadi miris saat mengetahui banyak
yang menjual sawah untuk menjadi TKI, kemudian lupa bahwa jengkal tanah yang
dijual adalah untuk kesinambungan hidup anak cucu Indonesia. Banyak yang lupa
bahwa menjadi nelayan, petani, guru, peternak, pengrajin, lebih dibutuhkan
daripada pembangunan ruko secara sporadis dan membiarkan warganya hidup
konsumtif. Namun sekali lagi, ini bukan mutlak salah masyarakat. Kebijakan
pemerintah juga turut mempengaruhi. Tidak ada pembatasan pengiriman jumlah TKI,
kurangnya perhatian pada sektor perekonomian rakyat, serta tidak adanya batasan
barang impor dan jumlah pekerja asing di Indonesia tentunya mendorong warga
lokal untuk go international menjadi
TKI, hingga banyak yang melalui jalur ilegal.
Pergeseran Pola
Pikir dan Gaya Hidup
Pergeseran
motivasi untuk menjadi TKI tentunya juga dipengaruhi oleh pola pikir dan gaya
hidup. Sedangkan pola pikir dan gaya hidup individu tidak lepas dari pola pikir
dan gaya hidup lingkungannya. Contoh sederhana dapat dilihat lagi dari kondisi
Tulungagung. Hidup dari hasil memanfaatkan tanah Tulungagung yang subur atau
menjadi bagian dari industri kreatif memang bisa menghidupi kebutuhan sehari
hari. Tetapi melihat gaya hidup para TKI yang pulang kampung dengan gadget
canggih dan rumah mewah lebih menggoda.
Di jaman media visual ini, media umum
memegang peranan penting dalam konstruk sosial. Hal-hal yang ditayangkan dalam
media cetak maupun elektronik membangun pribadi Indonesia sebagai pribadi
konsumtif dan manja. Bahwa pekerjaan yang layak untuk ditekuni hanya PNS atau
kaum berdasi di gedung ber-AC. Pola pikir ini secara otomatis turut mengubah
gaya hidup seseorang, yang awalnya sederhana saja menjadi ingin memiliki
semuanya. Seseorang yang awalnya suka bekerja keras kemudian diajak untuk
menjadi pribadi yang instan, ingin semuanya segera selesai tanpa harus keluar
keringat. Warga lokal yang awalnya bangga pada kekayaan alam daerahnya, menjadi
minder dan memuja tanah orang. Hal seperti ini tak seharusnya terjadi jika
masyarakat paham status, kondisi sosial, serta peran penting warga dalam
membangun sebuah negara.
Bagaimana
Seharusnya?
Jika berbicara tentang seharusnya,
warga Indonesia seharusnya ditumbuhkan rasa bangganya terhadap negara sendiri.
Tidak selayaknya media umum menayangkan tontonan-tontonan yang membuat warga
menjadi kerdil, tidak bangga terhadap negara, ataupun buta kekayaan alam di
negara sendiri hingga yang melihat potensi alam kita adalah warga asing.
Seyogyanya pers mahasiswa menyadari
peran penting sebagai media alternatif, yakni menyuarakan keindahan, kekayaan,
dan potensi alam Indonesia untuk kemudian dikelola dengan bijak untuk hajat
hidup rakyat. Tidak hanya menyuguhkan beragam permasalahan di negri ini tanpa
ada upaya mengawal. Salam persma…!!!
About Me
Top 5 Popular of The Week
-
“Jika ada yang mengatakan bahwa Tulungagung bebas korupsi, itu adalah nonsense (omong kosong)’’ Jaringan mafia korupsi sangat sul...
-
Welcome To Paradise Indonesia adalah sebuah negara dengan keanekaragaman budaya yang sangat melimpah, terbukti setiap...
-
“tak pernah kami bermimpi menafkahi anak dan keluarga kami dari tempat yang menurutmu kotor ini, namun bisakah kami memilih” ...
-
Tempat-tempat hiburan, cafe, karaoke, warkop, warung cethe dan warung remang-remang di Tulungagung, rawan bagi penyalahgunaan dan pere...
-
“ Surga seakan-akan pernah bocor, mencipratkan kekayaan dan keindahannya. Dan, cipratan keindahan itu bernama Indonesia Raya.” Emha A...
-
Jangan pernah mengaku pecinta kuliner murah kalau belum pernah mengunjungi warung “MAK TIK”. Sebuah nama yang terbilang sangat familiar ...
-
Sore itu suasana kampus sudah mulai lengang, kegiatan perkuliahan sudah banyak yang berakhir. Namun tampak 6 orang mahasiswa ditemani 2 ora...
Tidak ada komentar: